Saat ini ada hampir sebanyak 275.000 tahanan dan warga binaan di dalam penjara-penjara Indonesia. Padahal, penjara-penjara Indonesia hanya bisa menampung 132.107 orang. Fenomena ini dikenal dengan nama prison overcrowding dan sudah berlangsung lama tanpa solusi yang jelas.
“Maka perlu digarisbawahi, petugas rutan dan lapas serta WBP mutlak harus menjadi prioritas penerima vaksin Covid-19. Pembiaran akan berujung pada pelanggaran hak asasi manusia, utamanya dalam kondisi overcrowding dan penularan di rutan dan lapas yang sudah sangat berbahaya.”
AKSI menilai bahwa ini menjadi momen bagi kawan-kawan penegak hukum untuk mereduksi masifnya pendekatan keras pada komunitas pemakai narkotika. Hal-hal yang dilakukan selama ini ternyata membawa risiko masalah overkapasitas di tahanan dan juga di Lapas.
Jakarta, 15 September 2020 – Tadi malam (Senin, 14 September 2020), Kabid Humas Polda Kepri, Harry Goldenheart, menyampaikan pada media bahwa telah ditetapkan satu terperiksa, yakni Brigadir JR, dalam kasus terduga penyiksaan terhadap Almarhum Hendri Alfred Bakari. Pada hari yang sama, perwakilan Kompolnas, Benny Jozua […]
Pemberitaan media menunjukkan bahwa dari 2019 hingga September 2020 ini setidaknya terdapat sekitar 31 figur publik yang terjerat dalam kasus narkotika, diantaranya adalah RA. Penangkapan RA yang terlibat kasus narkotika pada Jumat, 4 September 2020, adalah yang kedua kali, setelah sebelumnya di tahun 2016 menghadapi […]
Jakarta, 12 Agustus 2008 – Regulasi narkotika Indonesia yang teramat ketat memiliki banyak dampak buruk, baik secara sosial, anggaran, hak asasi manusia, serta kesehatan masyarakat. Hal ini tercermin jelas pada kasus yang menjerat Fidelis Arie pada 2017 lalu di mana ia ditangkap karena mengobati almarhumah […]
Praktik penegakan hukum yang sarat dengan penyiksaan ini sesungguhnya telah lama disaksikan komunitas pengguna napza di seluruh Indonesia. Peristiwa yang menimpa Hendri ini seakan menjadi bukti sahih atas pengalaman kolektif ini. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang mudah sekali menjerat pidana seseorang juga memberi sumbangsih pada hal ini.
Status ganja yang legal justru memberi kesempatan bagi negara untuk meregulasi standar yang dibutuhkan. Legalitas ganja amat dibutuhkan agar pusat penelitan maupun perusahaan farmasi yang ada di Indonesia dapat melakukan rekayasa ataupun penyesuaian lain yang diperlukan untuk memenuhi standar ganja yang dapat dimanfaatkan secara medis.
Revisi UU Narkotika menjadi sengat penting. Usulan untuk revisi UU ini telah sekian kali masuk menjadi prolegnas, namun sejauh ini tidak pernah secara serius dieksekusi oleh Parlemen dan Pemerintah. Justru kesalahan regulasi saat ini dilanjutkan dengan memasukkan narkotika ke dalam RKUHP, hal yang jelas adalah inisiatif yang salah kaprah.
Sentimen positif Jaksa dan Hakim pada kasus ini hendaknya ditangkap dengan serius oleh Parlemen dan Pemerintah. Sudah saatnya Indonesia menghentikan kriminalisasi pada penggunaan narkotika termasuk juga pembelian dan penguasaan narkotika yang memang ditujukan untuk digunakan sendiri.